- Back to Home »
- belajar dan pembelajaran »
- konsep belajar sosial
Posted by : Unknown
Dinsdag 21 Mei 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar
adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkunannya (Slamet, 1995 : 2). Hasil perubahan tingkah
laku yang diperoleh dari proses belajar tersebut dipengaruhi oleh beberapa
factor, diantaranya adalah factor social lingkungan sekitar atau yang biasa
disebut masyarakat.
Pengaruh
masyarakat terhadap proses belajar di karenakan keberadaan seorang individu di
masyrakat. Masyrakat memberikan wawasan dan ruang belajar kepada individu untuk
membentuk perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dan digunakan oleh
individu untuk berinteraksi social dengan masyrakat.
Namun
masyrakat yang terdiri atas orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka
mencuri dan kebiasaann-kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada
seorang individu. Karena individu tersebut akan tertarik untuk berbuat seperti
yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Sebaliknya, lingkungan yang baik
serta masyarakat yang memberikan contoh baik kepada individu akan membentuk
individu yang baik pula. Begitu pula dengan media massa yang berkembang
disekitar indiidu, media massa yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap
individu dan proses belajarnya. Dan media massa yang memperlihatkan perbuatan
tidak baik akan membentuk pengaruh buruk terhadap individu dan proses
belajarnya. Sebagai contoh, siswa yang suka menonton film atau membaca
cerita-cerita detektif, pergaulan bebas, pencabulan akan berkecenderungan untuk
berbuat seperti tokoh yang dikagumi dalam cerita itu, karena pengaruh dari
jalan ceritanya dan tingkah laku siswa akan sama dengan yang mereka tonton.
Besarnya
pengaruh lingkungan sosial, mendorong pendidik untuk memahami konsep belajar
sosial dan pengaruhnya terhadap belajar dan pembelajaran, sehingga pendidik
bisa mengontrol peserta didiknya dan memberi serta mengarahkan peserta didiknya
kepada lingkungan sosial yang akan memberikan pengaruh baik kepada peserta
didiknya.
1.2 Rumusan Masalah
·
Apakah yang dimaksud dengan konsep
belajar sosial?
·
Bagaimana konsep belajar sosial dalam
pembelajaran?
·
Bagaimana pengaruh konsep belajar sosial
terhadap belajar dan proses pembelajaran?
1.3 Tujuan
·
Mengetahui apa yang dimaksud dengan
konsep belajar sosial.
·
Mengetahui apa yang dimaksud konsep
belajar sosial di dalam pembelajaran.
·
Mengetahui pengaruh konsep belajar
sosial terhadap belajar dan proses pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Belajar Sosial
Konsep belajar sosial adalah konsep
belajar dengan menggunakan keberadaan lingkungan sosial individu sebagai media
pembelajarannya dengan cara mengamati, maniru dan mengembangkan perilaku sosial
dan moral suatu model atau contoh atau teladan yang ada di lingkungan sosial
disekitar individu.
Penerapan konsep
belajar sosial ini dihasilkan dari teori belajar sosial. Teori belajar sosial
adalah sebuah teori belajar yang relative
masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Teori Belajar
Sosial disebut Teori Observational Learning (Belajar Observasional dengan
pengamatan ). Salah seorang tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura,
seorang psikologi pada Universitas Standford Amerika serikat, dianggap sebagai
seorang behavioris masa kini yang moderat. Bandura memandang tingkah laku
manusia bukan semata-mata reflex otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat
reaksi yang timbul akibat interaksi anatar lingkungan dengan skema kognitif
manusia itu sendiri. Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk
belajar sosial dan moral. (sheilajrina, 2011 (online)). Prinsip Dasar belajar
sosial (Slameto, 1995 : 23) adalah sebagai berikut:
a) Sebagian besar dari yang dipelajari
manusia melalui peniruan (Imitation),penyajian contoh perilaku (modeling).
b) Dalam hal ini, peserta didik
mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara orang/sekelompok orang
bereaksi/merespon sebuah stimulus tertentu.
c) Peserta didik dapat mempelajari
respon-respon baru dan deangan cara pengamatan terhadap perilaku orang
lain,misalnya guru/orang taunya
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral peserta didik ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral peserta didik ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
Teori belajar
sosial ini, di rumuskan oleh Albert Bandura, setelah melakukan eksperimennya
yakni eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak-anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya. Albert Bandura seorang tokoh teori belajar sosial ini menyatakan
bahwa proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan
menggunakan pendekatan “permodelan “. Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek
perhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan
aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kepada
pemahaman pelajar.
Eksperimen Pemodelan Bandura :
a. Kelompok A = Disuruh memperhatikan
sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk, menendang, dan menjerit kearah
patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan orang dewasa malahan lebih
agresif
b. Kelompok B = Disuruh memperhatikan
sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung besar Bobo.
Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti
kelompok A
Rumusan :
Tingkah laku anak-anak dipelajari
melalui peniruan / permodelan adalah hasil dari penguatan.
Hasil Keseluruhan Eksperimen :
Kelompok A menunjukkan tingkah laku
yang lebih agresif dari orang dewasa. Kelompok B tidak menunjukkan tingkah laku
yang agresif.
Prosedur
belajar sosial adalah sebagai berikut:
a. Conditioning
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku social dan
moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan
perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan ; Reward (hadiah), Punishment
(hukuman). Dasar pemikirannya : Sekali seorang peserta didik mempelajari
perbedaan antara perilaku-perilaku yang menghasilkan ganjaran (reward) dengan
perilaku-perilaku yang mengakibatkan hukuman (punishment), sehingga dia bisa
memutuskan sendiri perilaku mana yang akan dia perbuat. Komentar orang tua / guru : ketika
mengganjar/menghukum peserta didik merupakan faktor yang penting untuk proses
penghayatan peserta didik tersebut terhadap moral standards (patokan-patokan
moral ). Orang tua dan guru diharapkan memberi penjelasan agar peserta didik
tersebut benar-benar paham mengenai jenis perilaku mana yang menghasilkan
ganjaran dan jenis perilaku mana yang menimbulkan sangsi. Reaksi-reaksi seorang
peserta didik terhadap stimulus yang ia pelajari adalah hasil dari adanya pembiasaan
merespons sesuai dengan kebutuhan.Melalui proses pembiasaan merespons
(conditioning) ini, sehingga timbul pemahaman bahwa ia dapat menghindari
hukuman dengan memohon maaf yang sebaik-baiknya agar kelak terhindar dari
sanksi.
b. Imitation
Imitation (peniruan). Dalam hal ini, orang tua dan guru diharapkan memainkan peran penting sebagai seorang model / tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi peserta didik. Contoh : Mula-mula seorang peserta didik mengamati model gurunya sendiri yang sedang melakukan sebuah sosial, umpamanya menerima tamu, lalu perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, beramah-tamah, dan seterusnya yang dilakukan model itu diserap oleh memori peserta didik tersebut. Diharapkan, cepat/lambat peserta didik tersebut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan social yang dicontohkan oleh model itu. Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku social hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung pada persepsi peserta didik “ siapa “ yang menjadi model. Maksudnya, semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku social dan moral peserta didik tersebut. Jadi dalam Social Learning, anak belajar karena contoh lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan menimbulkan pengalaman baru bagi anak-anak. Sebagai contoh hasil belajar ini adalah keagresifan anak bukan tidak mungkin disebabkan oleh tayangan kekerasan dalam film-film laga di Televisi. Anak-anak SLTP, SLTA cara memakai baju yang ketat, tidak rapi, gaya bicara yang prokem ternyata akibat nonton tayangan televisi yang menyajikan sinetron remaja. Anak-anak yang konsumerisme/suka jajan ternyata pengaruh lingkungan yang memberikan contoh konsumerisme. Maka disini perlu peran dari orang tua, dan guru sebagai panutan bagi anak. Agar kedua tokoh ini dapat memberikan bantuan penyelesaian masalah anak-anak dengan baik.
Imitation (peniruan). Dalam hal ini, orang tua dan guru diharapkan memainkan peran penting sebagai seorang model / tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi peserta didik. Contoh : Mula-mula seorang peserta didik mengamati model gurunya sendiri yang sedang melakukan sebuah sosial, umpamanya menerima tamu, lalu perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, beramah-tamah, dan seterusnya yang dilakukan model itu diserap oleh memori peserta didik tersebut. Diharapkan, cepat/lambat peserta didik tersebut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan social yang dicontohkan oleh model itu. Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku social hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung pada persepsi peserta didik “ siapa “ yang menjadi model. Maksudnya, semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku social dan moral peserta didik tersebut. Jadi dalam Social Learning, anak belajar karena contoh lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan menimbulkan pengalaman baru bagi anak-anak. Sebagai contoh hasil belajar ini adalah keagresifan anak bukan tidak mungkin disebabkan oleh tayangan kekerasan dalam film-film laga di Televisi. Anak-anak SLTP, SLTA cara memakai baju yang ketat, tidak rapi, gaya bicara yang prokem ternyata akibat nonton tayangan televisi yang menyajikan sinetron remaja. Anak-anak yang konsumerisme/suka jajan ternyata pengaruh lingkungan yang memberikan contoh konsumerisme. Maka disini perlu peran dari orang tua, dan guru sebagai panutan bagi anak. Agar kedua tokoh ini dapat memberikan bantuan penyelesaian masalah anak-anak dengan baik.
·
Modeling (Peniruan)
Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963) melakukan
eksperimen pada anak-anak yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen
mereka mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan
terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak
dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” atau
pembelajaran melalui pengamatan. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar
teori pembelajaran sosial diperbaiki memandang teori pembelajaran sosial yang
sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa mempertimbangan aspek mental
seseorang.
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi
faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau
telah mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah
menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak apabila
mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk
sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah
bermain di kamar permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam
video. Setelah anak-anak tersebut melihat patung tersebut, mereka meniru
aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu
meniru secara langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal
terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya proses peniruan
melalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak
dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku di lapangan.
Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam kelas sewaktu guru
mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang
dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut
menjadi contoh perilaku dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya
ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila seseorang melihat perubahan pada
orang lain. Contohnya seorang anak-anak melihat temannya melukis bunga dan
timbul keinginan dalam diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena
itu, peniruan berlaku apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis
bunga.
Menurut teori belajar sosial, perbuatan melihat saja
menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam
proses belajar dapat diringkas dalam empat tahap , yaitu :
2) Perhatian (Attention)
Subjek harus memperhatikan tingkah
laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada
nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki.
3) Mengingat (Retention)
Subjek yang memperhatikan harus
merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan
peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diinginka. Kemampuan untuk menyimpan
informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.
4) Reproduksi gerak (Reproduction)
Setelah mengetahui atau mempelajari
sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya atau
menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Contohnya,
mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan
menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang
diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada
kemajuan perbaikan dan keterampilan.
5) Motivasi
Motivasi juga penting dalam
pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus
melakukan sesuatu.
·
Karakteristik
yang ditonjolkan dalam pembelajaran Modelling antara lain:
1)
Unsur
pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
2)
Tingkah
laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain
3)
Pelajar
meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
4)
Pelajar
memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
5)
Proses
pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau
timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif
·
Jenis-jenis
Peniruan (modeling):
1)
Peniruan
Langsung
Pembelajaran
langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran sosial Albert Bandura.
Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana
seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana
suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh
model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2)
Peniruan
Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau
perhatian secara tidak langsung. Contoh: Meniru watak yang dibaca dalam buku,
memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3)
Peniruan
Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah
laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh :
Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku yang
dibacanya.
4)
Peniruan
Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu
saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh
dipakai di sekolah.
5)
Peniruan
Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi
apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
2.2 Penerapan Konsep Belajar Sosial
dalam Pembelajaran
Proses pembentukan perilaku dari
tidak suka belajar menjadi suka belajar dapat dilakukan melalui banyak cara,
diantaranya adalah dengan modeling. Kalau siapapun yang ada di rumah atau di
ingkungan anak sudah terbiasa belajar sejak kecil maka hal ini akan diobservasi
oleh anak secara terus menerus dalam hidupnya. Kemudian anak ini difasilitasi
dengan banyak media baik yang alami maupun buatan untuk mendorong minat
belajarnya,misalnya berupa buku bacaan, buku tulis dan kelengkapannya, serta
media cetak atau audio visual yang ditata secara menarik di rumah atau kelompok
kelompok belajar yang ada. Orang tua atau guru atau pembimbing berperan ganda,
sebagai model sekaligus sebagai pamong belajar. Tanpa ada ancaman, hukuman,
ketegangan, ketakutan akan membuat anak nyaman, tenang, untuk belajar dengan
pamongnya. Dominansi kasih sayang, kelembutan, contoh yang nyata, kejujuran,
kesantunan, pujian, penghargaan, senyuman akan sangat mendorong munculnya
perilaku yang diharapkan. Kesinambungan proses seperti ini akan mengkristal
dalam jiwa dan pikir anak sehingga menjadi perilaku yang permanen dalam
hidupnya. Tidak akan mudah lekang oleh waktu dan tuntutan zaman yang semakin
tidak karuan.
Penerapan dalam pelajaran ekonomi
dan akuntansi guru dapat membawa para siswanya ke swalayan, pasar, toko,
koperasi, bursa efek, bank, BMT, salon,dan lain lain yang jelas ke pusat pusat
perdagangan atau ekonomi. Di tempat ini siswa dapat belajar menghitung laba,
menarik minat konsumen untuk membeli barang atau jasa, mengemas barang sehingga
menjadi terjangkau untuk dibeli masyarakat kelas menengah ke bawah, memberi
bonus bagi pelanggan yang tepat waktu membayar cicilan.
Penerapan dalam pelajaran sejarah
guru dapat membawa siswanya misalnya ke Gua Selarong untuk mengamati lokasi
Pangeran Diponegoro bersembunyi dari kejaran Belanda yang menjajah Indonesia.
Selain itu, mengamati tandu yang
digunakan untuk mengusung Jendral Besar
Sudirman saat bergerilya dalam kondisi sakit paru paru.Sambil mengamati objek
objek belajar tersebut guru dapat memberikan informasi yang pas untuk
menumbuhkan rasa patriotisme atau memberi informasi penting tentang sejarah
Indonesia yang harus dikuasai oleh siswa.
Dengan metode observasi dan modeling
yang menjadi ciri utama Teori Bandura
siswa dapat belajar sambil menikmati indahnya alam sekitar ciptaan Yang
Maha Pencipta, siswa dapat menghirup segarnya udara di luar kelas dengan sepuas
puasnya. Siswa dapat mengembalikan kebugaran fisiknya dengan mengamati banyak
objek alami dan fenomena fenomena baru dibawah bimbingan gurunya.Siswa dapat
berdiskusi dan adu argumentasi setelah menemukan banyak data di lapangan yang
dituliskan dalam tabel pengamatan. Siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan baru (inquiry) setelah mengamati dan
berdiskusi serta tambahan informasi dari teman dan gurunya. Mereka tidak akan
merasakan lelah atau terlalu lama
belajar langsung di alam atau mengamati langsung objek belajar yang asli atau
alami. Sekaligus guru dapat memberi penilaian yang sebenarnya dari kemampuan
para siswanya setelah melihat, mendengar, mendiskusikan masalah, mengumpulkan
data dan menarik kesimpulan bersama
seluruh siswanya. Kondisi siswa yang seperti ini penting untuk dapat mengatasi
kejenuhan fisik maupun psikis siswa dalam belajar, karena di metode belajar ini
guru mengaitkan langsung antara materi pelajaran dengan alam ( yang
memiliki komponen biotic berupa makhluk hidup dan komponen abiotik berupa benda
mati ) atau kehidupan sehari hari.
Memang diperlukan persiapan dan
ketangguhan profesi dari sang guru atau orangf tua baik berupa fisik maupun psikis dalam
menerapkan konsep belajar ini. Hal ini disebabkan karena akan munculnya banyak
kreatifitas dan kenyataan kenyataan baru dari konsep ilmu yang diperoleh siswa,
yang berbeda jauh dengan teori yang ada di buku atau media belajar cetak maupun
elektronik yang lain. Guru akan menjadi sangat capek karena harus melayani
banyaknya pertanyaan dan temuan temuan siswa yang mulai tumbuh pola berpikir
analitik dan sintetiknya. Kemudian siswa akan terus memburu untuk mendapatkan
jawaban dari permasalahan ini,disini kemampuan guru ditantang untuk dapat
mengelola setiap permasalahan yang diajukan. Guru dapat menghantarkan siswa
untuk membuka buku buku sumber yang ada
pada siswa atau di perpustakaan, membuka internet, memberi kesempatan
diskusi pada kelompok, sebelum akhirnya kesimpulan yang benar akan diperoleh
dibawah bimbingan guru.
Dari contoh contoh di atas terbukti sudah bahwa dengan aplikasi teori
belajar Bandura dapat menciptakan
masyarakat belajar bagi seluruh siswa atau anak , menimbulkan banyak
pertanyaan, membuat siswa atau anak
dapat mengadakan refleksi, menemukan sendiri konsep konsep ilmu ,guru dapat mengadakan penilaian
yang sesungguhnya dari kemampuan yang dimiliki setiap siswa atau anak , guru
maupun siswa lain dapat menjadi model belajar anak , dan membiasakan berpikir konstruktif bagi siswa atau anak. Pada akhirnya
diharapkan adanya perubahan perilaku anak dari tidak suka belajar menjadi
terbiasa belajar. (uunsmaji, 2011 (online)).
2.3 Pengaruh Konsep Belajar Sosial
terhadap Belajar dan Proses Pembelajaran
Konsep belajar sosial memberikan
pengaruh positif dan negatif terhadap belajar dan proses pembelajaran peserta
didik. Pengaruh positif konsep belajar sosial terhadap belajar dan proses
belajar seorang individu adalah individu akan memperoleh konsep ilmu yang luas
kerena langsung berhadapan dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Pengaruh
konsep belajar sosial terhadap proses belajar adalah pendidik dapat mengantarkan
siswa untuk belajar secara nyata serta dapat menciptakan masyarakat belajar bagi seluruh siswa atau
anak , menimbulkan banyak pertanyaan, membuat siswa atau anak dapat mengadakan refleksi, menemukan sendiri
konsep konsep ilmu ,guru dapat mengadakan
penilaian yang sesungguhnya dari kemampuan yang dimiliki setiap siswa atau anak
, guru maupun siswa lain dapat menjadi model belajar anak , dan membiasakan berpikir konstruktif bagi siswa atau anak. Pada akhirnya
diharapkan adanya perubahan perilaku anak dari tidak suka belajar menjadi
terbiasa belajar..
Akan tetapi pengaruh negatif konsep
belajar sosial ini terhadap belajar dan proses belajar adalah akan menimbulkan
kerancauan konsep ilmu siswa, biasanya konsep ilmu dari buku sumber yang
diperoleh siswa, berbeda jauh dengan keadaan sosial yang ada di lingkungan
masyrakat maupun media massa. Perubahan keadaan sosial di lingkungan masyarakat
yang kurang baik akan berpengaruh buruk terhadap hasil belajar peserta didik.
Sehingga diperlukan persiapan dan
ketangguhan profesi dari sang guru atau orang tua baik berupa fisik maupun
psikis dalam menerapkan konsep belajar ini di dalam pembelajaran. Pendidik akan
menjadi sangat capek karena harus melayani banyaknya pertanyaan dan
temuan-temuan siswa yang mulai tumbuh pola piker analitik dan sintetiknya.
Kemudian siswa akan terus memburu untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan
ini. Disini kemampuan guru ditantang untuk dapat mengelola setiap permasalahan
yang di ajukan, sehingga saat pada titik ini guru dapat mengantarkan siswa
untuk membuka buku sumber yang ada, diskusi kelompok, membuka internet dan
akhirnya kesimpulan yang benar akan diperoleh di bawah bimbingan guru.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
·
Konsep belajar sosial adalah Konsep
belajar sosial adalah konsep belajar dengan menggunakan keberadaan lingkungan
sosial individu sebagai media pembelajarannya dengan cara mengamati, maniru dan
mengembangkan perilaku sosial dan moral suatu model atau contoh atau teladan
yang ada di lingkungan sosial disekitar individu.
·
Prinsip
Dasar belajar sosial adalah sebagai berikut:
1. Sebagian
besar dari yang dipelajari manusia melalui peniruan (Imitation),penyajian
contoh perilaku (modeling).
2. Dalam
hal ini, peserta didik mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara
orang/sekelompok orang bereaksi/merespon sebuah stimulus tertentu.
3. Peserta
didik dapat mempelajari respon-respon baru dan deangan cara pengamatan terhadap
perilaku orang lain,misalnya guru/orang taunya
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral peserta didik ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral peserta didik ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
· Dua pengaruh konsep belajar sosial
terhadap belajar dan proses belajar:
a) Pengaruh positif,
Pengaruh positif konsep
belajar sosial terhadap belajar dan proses belajar seorang individu adalah
individu akan memperoleh konsep ilmu yang luas kerena langsung berhadapan
dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Pengaruh konsep belajar sosial terhadap
proses belajar adalah pendidik dapat mengantarkan siswa untuk belajar secara
nyata serta dapat
menciptakan masyarakat belajar bagi seluruh siswa atau anak , menimbulkan
banyak pertanyaan, membuat siswa atau anak
dapat mengadakan refleksi, menemukan sendiri konsep konsep ilmu ,guru dapat mengadakan penilaian
yang sesungguhnya dari kemampuan yang dimiliki setiap siswa atau anak , guru
maupun siswa lain dapat menjadi model belajar anak , dan membiasakan berpikir konstruktif bagi siswa atau anak. Pada akhirnya
diharapkan adanya perubahan perilaku anak dari tidak suka belajar menjadi
terbiasa belajar..
b) Akan
tetapi pengaruh negatif konsep belajar sosial ini terhadap belajar dan proses
belajar adalah akan menimbulkan kerancauan konsep ilmu siswa, biasanya konsep
ilmu dari buku sumber yang diperoleh siswa, berbeda jauh dengan keadaan sosial
yang ada di lingkungan masyrakat maupun media massa. Perubahan keadaan sosial
di lingkungan masyarakat yang kurang baik akan berpengaruh buruk terhadap hasil
belajar peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
http://sheilajrina.wordpress.com/2011/03
/29/teori-kognitif-belajar-sosial-bandura
http://uunsmaji.wordpress.com
/2011/03/15/teori-bandura-untuk-mengubah-perilaku-siswa-sehingga-suka-belajar
nice post :)
AntwoordVee uitlike and lets follow back my blog on..
http://ervanprasetyo13.blogspot.com/
thanks ..